Aib yang Wajib Diberitahukan Sebelum Pernikahan Menurut Islam

  • admin
  • Aug 25, 2025
aib dalam pernikahan

Pendahuluan

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar ikatan lahir, tetapi juga ikatan batin yang bertujuan menghadirkan sakinah, mawaddah, dan rahmah. Karena itu, Islam memberikan aturan yang jelas terkait aib pernikahan: mana yang wajib diberitahukan kepada calon pasangan, dan mana yang tidak.

Artikel ini membahas pandangan para ulama tentang aib yang harus diungkap sebelum menikah, lengkap dengan kaidah umum dan contoh praktisnya.

Apa Itu Aib dalam Pernikahan?

Secara sederhana, aib dalam pernikahan adalah kondisi atau cacat tertentu yang jika disembunyikan dapat menimbulkan rasa enggan, ketidaknyamanan, atau menghalangi tujuan utama dari pernikahan.

Tujuan utama pernikahan sendiri adalah:

  • Kenikmatan (hubungan suami-istri),
  • Pelayanan dan kerja sama dalam rumah tangga,
  • Mendapatkan keturunan.

Maka, segala sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan ini, dianggap sebagai aib yang wajib diberitahukan.

Pandangan Ulama tentang Aib Pernikahan

Tidak Terbatas pada Daftar Tertentu

Sebagian ulama berpendapat bahwa cacat (aib) yang wajib diberitahukan kepada calon pasangan hanya terbatas pada jenis cacat tertentu saja, dan tidak boleh diperluas.

Namun pendapat yang benar adalah: aib itu tidak terbatas pada daftar tertentu, melainkan ada kaidah umum, yaitu: Setiap aib yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau membuat pasangan enggan, atau mengganggu tujuan utama pernikahan, maka wajib diberitahukan.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Menurut qiyas (analogi hukum), setiap aib yang membuat salah satu pasangan merasa enggan, sehingga tujuan pernikahan berupa kasih sayang dan ketenangan tidak tercapai, maka hal itu memberi hak untuk memilih (lanjut atau batalkan pernikahan). Bahkan hal ini lebih kuat daripada dalam kasus jual beli. Sebagaimana syarat dalam pernikahan lebih utama untuk dipenuhi daripada syarat dalam jual beli. Dan Allah maupun Rasul-Nya tidak pernah membiarkan seorang hamba tertipu atau dirugikan dengan sesuatu yang disembunyikan darinya.” (Zad al-Ma‘ad, 5/163)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga berkata:

“Yang benar adalah bahwa aib adalah setiap hal yang menghalangi tercapainya tujuan pernikahan. Tidak diragukan lagi bahwa tujuan utama pernikahan adalah: kenikmatan, pelayanan, dan keturunan. Maka apabila ada sesuatu yang menghalangi hal itu, maka itu termasuk aib. Oleh karena itu, bila seorang suami ditemukan mandul, atau sang istri ternyata mandul, maka itu jelas merupakan aib.” (Asy-Syarh al-Mumti‘, 12/220)

 

Tiga Kriteria Aib yang Wajib Diberitahukan

Para ulama merinci bahwa aib dalam pernikahan bisa ditentukan dengan tiga kriteria:

  1. Berpengaruh pada kehidupan rumah tangga, misalnya menghalangi hak-hak suami atau istri, serta berdampak pada anak.
  2. Menimbulkan rasa jijik atau enggan, baik karena bentuk fisik maupun bau yang menyengat.
  3. Nyata dan permanen, bukan sekadar khayalan, sementara, atau penyakit ringan yang bisa sembuh.

Pandangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan penjelasan menarik:

  • Aib besar adalah yang menghalangi hubungan intim (misalnya kelainan pada organ vital).
  • Adapun hal-hal seperti warna kulit, tinggi, atau pendek, bukan aib yang wajib diberitahukan.
  • Islam juga menganjurkan untuk melihat calon pasangan sebelum menikah, agar cinta dan kasih sayang lebih kuat sejak awal.

Beliau juga menekankan, wanita tidak boleh diperlakukan seperti barang dagangan yang harus dijelaskan detail sifatnya. Allah menjaga kehormatan wanita dengan menutup aurat dan melarang mereka mengakadkan pernikahan sendiri.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga menegaskan bahwa dalam pernikahan, tidak dituntut untuk meneliti terlalu jauh seluruh sifat-sifat wanita, karena hal itu tidak menjadi kebiasaan manusia. Beliau menjelaskan secara panjang lebar:

“Sudah dimaklumi bahwa cacat pada kemaluan yang menghalangi hubungan intim tidak bisa ditoleransi, karena tujuan utama pernikahan adalah jima‘. Adapun hal-hal seperti warna kulit, tinggi, pendek, dan semisalnya — yang mungkin menjadi alasan untuk menolak seorang budak perempuan — hal ini tidak berlaku pada wanita merdeka. Karena suami pada dasarnya telah ridha dengan ridha mutlak tanpa mensyaratkan sifat tertentu.

Syariat bahkan menganjurkan seorang laki-laki untuk melihat calon istrinya sebelum menikah. Nabi ﷺ bersabda: ‘Jika Allah menaruh keinginanmu untuk melamar seorang wanita, maka lihatlah dia, karena itu lebih bisa menumbuhkan kasih sayang di antara kalian.’ Nabi ﷺ juga bersabda kepada seorang laki-laki yang hendak menikahi wanita Anshar: ‘Lihatlah dia, karena pada mata wanita Anshar terdapat sesuatu (ciri khas tertentu).

Maka jelaslah bahwa jika seorang laki-laki melihat calon istrinya sebelum menikah, maka kasih sayang akan lebih langgeng.

Namun, pernikahan tetap sah walaupun tanpa melihat calon istri, karena Nabi ﷺ tidak menjadikan syarat sahnya nikah itu dengan melihat terlebih dahulu.

Selain itu, bukan kebiasaan kaum Muslimin maupun selainnya untuk mendeskripsikan wanita yang hendak dinikahi secara detail seperti budak dalam akad jual beli. Sebab Allah memuliakan wanita merdeka dengan menjaga kehormatan dan menutupi mereka. Bahkan, wanita sendiri tidak boleh menikahkan dirinya; maka tentu lebih terhormat lagi jika tidak diperlakukan seperti barang dagangan yang harus dijelaskan detail sifatnya.

Adapun laki-laki, urusannya lebih terbuka, karena ia bisa dilihat oleh siapa saja, sehingga tidak ada aib yang harus ditutupi darinya. Dan jika suami merasa kecewa, maka solusi ada di tangannya, yaitu perceraian.”  (Majmu‘ al-Fatawa, 29/354)

Contoh Aib yang Tidak Wajib Diberitahukan

Ada banyak kondisi yang sebenarnya tidak termasuk aib pernikahan dan tidak wajib diberitahukan kepada calon pasangan, misalnya:

  • Hal-hal yang masih wajar dan umum terjadi di masyarakat.
  • Kondisi yang tidak menimbulkan masalah besar.
  • Penyakit ringan atau kekurangan yang bisa ditangani secara medis.

Contoh Kasus: Rabun Jauh

Rabun jauh (mata minus/miopia) adalah hal yang sangat umum. Dengan kemajuan ilmu kedokteran, kondisi ini tidak lagi dianggap sebagai masalah besar, sehingga tidak wajib diberitahukan sebelum menikah.

Kesimpulan

  • Aib pernikahan dalam Islam bukanlah semua kekurangan, tetapi terbatas pada yang menghalangi tujuan utama pernikahan.
  • Kaidahnya: setiap hal yang membuat pasangan enggan atau mengganggu rumah tangga, wajib diberitahukan.
  • Hal-hal biasa seperti rabun jauh atau kondisi medis ringan tidak termasuk aib.
  • Islam menjaga keseimbangan: pasangan boleh mengetahui yang penting, tapi tidak boleh membuka aib secara berlebihan.

👉 Jadi, jangan khawatir dengan hal-hal kecil. Jika tidak termasuk aib yang wajib diungkap, pernikahan tetap bisa dilanjutkan dengan tenang.

Wallahu a‘lam.

Disiapkan oleh: Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin

Sumber: https://archive-1446.islamqa.info/ar/answers/479433/

 

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *