Apakah Masih Ada Ahlul Bait Hari Ini?

  • admin
  • Aug 16, 2025
Ahlul Bait Rasulullah

Pendahuluan

Pertanyaan tentang keturunan Nabi Muhammad ﷺ dari jalur putrinya, Fathimah radhiyallahu ‘anha, masih menjadi topik hangat di kalangan umat Islam. Tidak sedikit orang yang mengaku sebagai bagian dari Ahlul Bait—baik dari kalangan Sunni maupun Syiah—dan menyatakan bahwa mereka tidak menerima sedekah. Bagaimana pandangan Islam terkait hal ini? Mari kita bahas secara tuntas berdasarkan dalil dan pendapat para ulama.

Tulisan ini merangkum dalil-dalil, pendapat ulama, serta kutipan dari kitab-kitab klasik untuk menjawab persoalan tersebut.

 

  1. Keutamaan Ilmu Nasab dalam Islam

Ilmu nasab (silsilah keturunan) adalah ilmu yang mulia. Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu merupakan orang yang paling mengetahui ilmu ini. Tidak benar anggapan bahwa ilmu ini tidak bermanfaat, sebab Rasulullah ﷺ sendiri memerintahkan umatnya untuk mengenalnya demi menjaga silaturahmi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ، فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ، مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ، مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ

“Pelajarilah nasab kalian agar kalian dapat menyambung silaturahmi, karena silaturahmi itu menambah kasih sayang, memperbanyak rezeki, dan memanjangkan umur.”
(HR. Tirmidzi, no. 1979, disahihkan Al-Albani)

Beliau juga memperingatkan keras agar tidak mengaku-aku nasab yang bukan miliknya:

“Siapa yang mengaku kepada selain ayahnya, atau mengaku kepada selain tuannya, maka ia akan mendapat laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia.”
(HR. Tirmidzi, disahihkan oleh Al-Albani)

Para ulama dan tokoh Arab terdahulu sangat menghargai ilmu ini. Bahkan, tokoh-tokoh seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Jubair bin Muth’im, Ibnu Abbas, dan Aqil bin Abi Thalib dikenal sangat ahli dalam nasab.

Ibnu Abdul Barr rahimahullah mengkritik pernyataan bahwa ilmu nasab tidak berguna: bahwa tidak adil orang yang berkata, “Ilmu nasab adalah ilmu yang tidak bermanfaat dan ketidaktahuan tentangnya tidak membahayakan.” Sebab manfaatnya jelas, dan Nabi ﷺ bersabda:

كُفْرٌ بالله تبرُّؤ من نسب وإن دق ، وكفر بالله ادعاء إلى نَسب لا يُعرف

 “Kufur kepada Allah adalah melepaskan diri dari nasab meski sedikit, dan kufur kepada Allah adalah mengaku nasab yang tidak dikenal.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dihasankan oleh al-Albani).

Seandainya ilmu ini tidak ada manfaatnya, maka para ulama tidak akan menyibukkan diri mempelajarinya.  (Lih: Al-Inbah ‘an Qabā’il ar-Ruwāt, hlm. 1)

 

  1. Klaim Palsu Keturunan Nabi dalam Sejarah

Banyak orang mengaku keturunan Nabi ﷺ demi mencari popularitas, menyebarkan bid’ah, atau meraih harta. Klaim ini tidak sedikit muncul dari kelompok Rafidhah (Syiah) dan sebagian kaum sufi.

Sepanjang sejarah, banyak orang yang mengaku sebagai keturunan Nabi ﷺ demi popularitas, legitimasi ajaran sesat, atau bahkan untuk menguasai harta umat. Di antaranya:

  • Kaum Syiah Rafidhah dan sebagian sufi sering mengklaim nasab mulia ini, padahal banyak yang tidak terbukti.
  • Abu Hasan asy-Syadzili (w. 656 H), pendiri tarekat Syadziliyah, pernah menisbatkan dirinya kepada Ali bin Abi Thalib. Namun, Imam Adz-Dzahabi menegaskan:

“Ini nasab yang tidak jelas dan tidak sahih. Lebih baik ia meninggalkannya, sebagaimana seharusnya ia meninggalkan sebagian isi kitab tasawufnya.”
(Tārīkh al-Islām, 48/273-274)

  • Dinasti Fathimiyah (keturunan Ubaid bin Maimun al-Qaddah), yang mengaku sebagai keturunan Fathimah radhiyallahu ‘anha, dibantah oleh mayoritas ulama. mayoritas ulama menyatakan mereka berasal dari keturunan Majusi atau Yahudi. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata bahwa: Mayoritas umat menolak nasab mereka dan mengatakan mereka keturunan Majusi atau Yahudi. Ini disebutkan oleh para ulama fikih, hadis, dan nasab, baik dari kalangan Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, maupun ahli sejarah. (Lih: Majmū’ al-Fatāwā, 35/128-129)

 

  1. Cara Membuktikan Nasab yang Sah

Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, nasab Ahlul Bait (al-Nasab al-Syarif) dapat dibuktikan dengan:

  1. Catatan sejarah terpercaya dari sejarawan tepercaya.
  2. Dokumen resmi dari hakim atau ulama yang kredibel.
  3. Kesaksian masyarakat luas yang turun-temurun mengakuinya.
  4. Saksi yang adil minimal dua orang dengan bukti sejarah atau dokumen yang valid.

Beliau menegaskan bahwa “Sekadar klaim tanpa bukti tidak bisa dijadikan pegangan, baik dalam masalah ini maupun lainnya.” (Lih: Fatāwā Islāmiyyah, 4/531)

 

  1. Siapa Saja yang Termasuk Keturunan Nabi Sah?

Keturunan Nabi ﷺ berasal dari:

  • Bani Hasyim: keturunan Ali, Al-Abbas, Ja’far, Aqil, Al-Harits bin Abdul Muthalib.
  • Bani Muthalib: saudara Hasyim.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan bahwa keturunan Bani Hasyim masih ada hingga kini, dan konon yang paling dipastikan nasabnya kepada Bani Hasyim adalah para raja penguasa Yaman yang kekuasaannya berakhir dengan revolusi pendukung Republik Yaman belum lama ini. (Lih: Asy-Syarh al-Mumti’, 6/257)

Tetapi, nasab mulia (Ahlul Bait) tidak bisa dibatasi hanya pada keturunan ‘Ali bin Abi Thalib saja, karena nasab mulia (al-Syarif) itu lebih luas jangkauannya dari itu.

Namun, harus diingat bahwa nasab mulia tidak berguna jika pemiliknya adalah manusia kafir atau durjana. Nasab itu tidak menjamin kemuliaan akhirat jika pemiliknya tidak bertakwa. Pemilik nasab mulia (Ahlul Bait) sama sekali tidak memiliki keistimewaan apapun di Akhirat nanti hanya karena dia seorang keturunan Rasulullah. Sebagaimana firman Allah:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. Al-Hujurat: 13)

 

  1. Hukum Menerima Sedekah bagi Keturunan Nabi

Ada dua poin penting:

  1. Yang diharamkan hanyalah sedekah wajib (zakat dan kafarat) bagi Bani Hasyim. Rasulullah ﷺ bersabda:

 إنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ

“Sesungguhnya zakat itu adalah kotoran harta manusia.”
Allah memuliakan Bani Hasyim dengan melarang mereka menerima zakat.

Ibnu Taimiyah menjelaskan:

            “Istilah ‘asyraf’ tidak memiliki konsekuensi hukum. Hukum terkait adalah bagi Bani Hasyim,  seperti larangan menerima zakat.” (Lih: Minhāj as-Sunnah an-Nabawiyyah, 4/559)

      2. Sedekah sunnah boleh diterima oleh mereka. Menurut Syaikh Al-Utsaimin, sedekah sunnah tidak dianggap “kotoran harta” sehingga boleh diberikan kepada mereka. Syaikh al-Utsaimin berkata bahwa:  Jika sedekah itu sunnah, boleh diberikan kepada Bani Hasyim. Yang dilarang hanyalah sedekah wajib. (Lih: Majmū’ Fatāwā Ibn ‘Utsaimin, 18/429)

 

Kesimpulan:

  • Keturunan Nabi ﷺ dari jalur Fathimah radhiyallahu ‘anha memang masih ada hingga kini, namun harus dibuktikan dengan metode yang sah.
  • Banyak klaim palsu keturunan Nabi sepanjang sejarah, baik dari kalangan Syiah, sufi, maupun kelompok politik.
  • Kemuliaan nasab tidak akan bermanfaat tanpa takwa dan amal salih.
  • Zakat wajib haram diberikan kepada Bani Hasyim, tetapi sedekah sunnah diperbolehkan.

Wallahu a’lam.

 

Disiapkan oleh: Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin

Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/119288/

 

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *