Hukum Shalat Berjamaah di Antara Tiang Masjid: Penjelasan Lengkap

  • admin
  • Aug 24, 2025
shalat di antara 2 tiang

Pendahuluan

Masjid pada zaman Nabi ﷺ maupun sekarang sering memiliki tiang-tiang penopang bangunan. Pertanyaan yang sering muncul adalah: bagaimana hukum shalat berjamaah di antara tiang masjid? Apakah sah? Apakah makruh?

Para ulama sejak dahulu telah membahas masalah ini berdasarkan hadits sahih dan praktik para sahabat. Artikel ini akan mengulas secara lengkap menurut pendapat ulama, dengan rujukan kitab klasik maupun fatwa ulama kontemporer.

Hukum Shalat di Antara Tiang Masjid

  1. Dimakruhkan Jika Memutus Shaf

Mayoritas ulama berpendapat makruh bagi makmum shalat berjamaah berdiri di antara tiang jika hal itu memutus barisan shaf.

Namun, jika dibutuhkan-seperti jika masjid penuh dan sempit, sehingga tidak ada lagi tempat untuk berdiri-, maka shalat di antara tiang masjid menjadi tidak makruh. Hal ini merupakan pendapat Malikiyah dan Hanabilah.

Ibnu Sayyid al-Nas berkata:

واستدل من قال بالكراهة بما ذكرنا من أحاديث الباب وبما روى سعيد بن منصور في “سننه” عن ابن مسعود وابن عباس وحذيفة من النهي عن ذلك، ولا يعرف لهم مخالف من الصحابة

“Orang-orang yang berpendapat makruh berdalil dengan hadits-hadits tentang masalah ini, serta riwayat Sa‘id bin Mansur dalam Sunan-nya dari Ibnu Mas‘ud, Ibnu Abbas, dan Hudzaifah yang melarang hal itu. Tidak diketahui ada seorang sahabat pun yang menyelisihi mereka.”
(Al-Nafh al-Syadzi, 4/222; lihat juga Nail al-Awthar, 3/229).

  1. Boleh Jika Masjid Sempit

Imam Malik rahimahullah menegaskan:

لا بأس بالصفوف بين الأساطين إذا ضاق المسجد

“Tidak mengapa shaf berada di antara tiang jika masjid sempit.” (Al-Mudawwanah, 1/195).

Ibn al-‘Arabi menambahkan:

ولا خلافَ في جوازِه عندَ الضِّيق، وأما مع السَّعة فهو مكروهٌ

“Tidak ada perbedaan pendapat dalam kondisi masjid sempit. Tetapi jika masjid luas, hukumnya makruh.”  (‘Aridhat al-Ahwadzi, 1/285).

  1. Dalil Tentang Masalah Ini:

Diriwayatkan dari Abdul Hamid bin Mahmud, ia berkata:

صليتُ مع أنسٍ يومَ الجُمُعة، فدَفَعْنا إلى السَّواري، فتقدَّمْنا أو تأخَّرْنا، فقال أنسٌ: “كنَّا نتَّقي هذا على عهدِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم

“Aku shalat bersama Anas bin Malik pada hari Jumat. Kami terdorong ke arah tiang, lalu kami maju atau mundur. Anas berkata: ‘Kami dahulu menghindari ini pada masa Rasulullah .’” (HR. Abu Dawud no. 673, al-Tirmidzi no. 229, al-Nasa’i 2/94).

Al-Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih. Al-Albani juga menshahihkannya dalam Shahih Sunan Abi Dawud (673), demikian pula al-Wadi‘i dalam al-Shahih al-Musnad (1/53) dan menyatakan perawinya tsiqah.

Dalam riwayat lain:

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنُطْرَدُ عَنْهَا طَرْدًا

“Kami dilarang membuat shaf di antara tiang-tiang pada masa Rasulullah , bahkan kami diusir darinya.” (HR. Abu Dawud no. 677, Ibnu Majah no. 1002, Ibnu Khuzaimah no. 1567). Al-Albani menilainya hasan shahih (lihat al-Silsilah al-Shahihah, 335).

Adapun yang dimaksud al-sawari atau al-asathin adalah tiang-tiang masjid.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
“Shaf di antara tiang diperbolehkan jika masjid sempit. Sebagian ulama bahkan menukil adanya ijma‘ (kesepakatan) dalam hal ini. Namun jika masjid luas, maka terdapat perbedaan pendapat (di antara ulama), dan (pendapat) yang benar: hukumnya terlarang.” (Majmu‘ Fatawa wa Rasail Ibn ‘Utsaimin, 13/34).

Imam dan Shalat Sendirian di Antara Tiang

Berbeda dengan makmum, imam dan orang yang shalat sendirian boleh (tidak makruh) mengerjakan shalat di antara tiang mesjid.

Dalilnya: hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

سَأَلْتُ بِلاَلًا، فَقُلْتُ: أَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الكَعْبَةِ؟ قَالَنَعَمْ، رَكْعَتَيْنِ، بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ

“Aku bertanya kepada Bilal: Apakah Nabi pernah shalat di dalam Ka‘bah? Bilal menjawab: Ya, dua rakaat di antara dua tiang.” (HR. Bukhari no. 397; Muslim no. 1329 dengan lafazh:

بَيْنَ الْعَمُودَيْنِ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ

“…di antara dua tiang di hadapannya”).

Dalam Sunan al-Kubra al-Baihaqi (3/148) juga diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud:

لا تصفوا بين السواري

“Janganlah kalian membuat shaf di antara tiang.”

Al-Baihaqi menjelaskan: bahwa larangan hanya berlaku karena tiang memutus shaf. Jika shalat sendirian atau shaf tetap tersambung, maka tidak makruh.

Ibn Sayyid al-Nas rahimahullah berkata:

وإذا كانت العلة في الكراهة قطع الصفوف؛ فلا معنى للقياس على الإمام والمنفرد لانتفاء العلة هناك

“Jika sebab dimakruhkannya adalah terputusnya shaf, maka tidak bisa diqiyaskan pada imam atau orang yang shalat sendirian, karena sebab tersebut tidak ada pada mereka.” (Al-Nafh al-Syadzi, 4/222).

Tidak Ada Batasan Ukuran Lebar Tiang

Sebagian ulama menyebutkan, larangan shaf di antara tiang hanya berlaku jika lebar tiang lebih dari tiga hasta. Namun pendapat ini dianggap lemah, sebab tidak ada dalil dari sunnah yang menentukan ukuran tersebut.

Dalam Tsamrat al-Tadwin dari fatwa Ibn Utsaimin (hlm. 107):
Beliau ditanya, mengapa melarang orang shalat di antara tiang di Masjid Jami‘ padahal tiang-tiangnya tidak selebar yang disebutkan para fuqaha?

Beliau menjawab:
“Yang benar, larangan shalat di antara tiang itu mutlak. Para sahabat bahkan mengusir orang yang shalat di sana, padahal tiang Masjid Nabi hanya dari batang pohon kurma. Maka, apa yang disebutkan fuqaha tentang ukuran tertentu, tidak ada asalnya.”

Jika Shaf Seukuran Jarak Dua Tiang

Apabila shaf kecil dan hanya sebatas jarak antara dua tiang, maka tidak dimakruhkan.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:
“Jika shaf kecil seukuran jarak antara dua tiang, maka tidak dimakruhkan, karena tidak memutus shaf.”  (al-Mughni, 2/27).

Bolehkah Menggeser atau Menarik Jamaah yang Shalat di Antara Tiang?

Menggeser jamaah agar tidak berdiri di antara tiang bukanlah haram, bahkan termasuk usaha yang baik agar shalat berjamaah terlaksana dengan lebih sempurna, sesuai hadits-hadits yang telah disebutkan.

Namun, perlu diperhatikan potensi mudarat. Jika jamaah umumnya lembut hati, lapang dada, dan menerima arahan, maka itu baik untuk dilakukan.

Tetapi jika dikhawatirkan menimbulkan keributan, salah paham, atau membuat sebagian orang keluar dari shalat, maka lebih baik tidak dilakukan. Setelah itu, bisa saja jamaah diberi penjelasan dan pengajaran secara bijak.

Jadi, sangat perlu memperhatikan kondisi jamaah:

  • Jika jamaah ramah, lembut hati, dan mau menerima arahan → boleh dilakukan.
  • Jika dikhawatirkan menimbulkan keributan, salah paham, atau fitnah → sebaiknya ditinggalkan.

Kesimpulan Hukum Shalat di Antara Tiang

  1. Shalat berjamaah di antara tiang makruh jika memutus shaf, kecuali dalam keadaan sempit.
  2. Imam dan orang yang shalat sendirian boleh shalat di antara tiang.
  3. Tidak ada dasar penentuan ukuran lebar tiang dalam larangan ini.
  4. Jika shaf hanya sebatas jarak dua tiang, maka tidak makruh.
  5. Tindakan merapikan jamaah agar tidak shalat di antara tiang dianjurkan, selama tidak menimbulkan fitnah atau pertengkaran.

 

Wallahu a‘lam.

Disiapkan oleh: Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin

Sumber: https://archive-1446.islamqa.info/ar/answers/588667/

 

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *