Hukum Zikir dengan Suara Keras dan Zikir Berjamaah dalam Islam

  • admin
  • Sep 08, 2025

Pendahuluan

Zikir adalah amalan mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Allah SWT memuji orang-orang yang banyak berzikir, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, sering muncul pertanyaan: bagaimana hukum zikir dengan suara keras? Apakah boleh berzikir berjamaah setelah shalat?

Artikel ini akan mengulas penjelasan para ulama tentang masalah tersebut berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama salaf.

 

Pertama: Zikir Setelah Shalat Fardhu

Tentang bacaan zikir yang dilakukan setelah shalat wajib, para ulama menjelaskan bahwa disunnahkan untuk melakukannya dengan suara agak keras (jahr), sebagaimana ditegaskan dalam hadis sahih. Namun, yang dimaksud adalah zikir secara individual, bukan dengan cara berjamaah bersama-sama. Selain itu, suara yang dikeluarkan juga tidak boleh sampai mengganggu orang lain yang sedang shalat atau berdoa.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

“Mengangkat suara ketika berzikir setelah shalat fardhu adalah hal yang sudah masyhur, karena dalam Shahih al-Bukhari (no. 841) dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

كان رفع الصوت بالذكر حين يفرغ الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى الله عليه وسلم 

‘Dahulu, pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, orang-orang mengangkat suara ketika berzikir setelah selesai shalat wajib.’

Namun, bila di sampingmu ada orang yang shalat dan engkau khawatir akan mengganggunya dengan suara keras, maka yang lebih utama adalah tidak melakukannya.” (Lih: Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, 13/152).

 

Kedua: Zikir Berjamaah dengan Suara Keras

Adapun zikir berjamaah dengan suara keras secara serentak, maka hal itu adalah bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh generasi salafus shalih.

Dalam hadis riwayat Bukhari (2992) dan Muslim (2704), Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ، ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا ؛ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا ؛ إِنَّهُ مَعَكُمْ إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ

“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika kami melewati sebuah lembah, kami bertakbir dan bertahlil dengan suara keras. Maka Nabi bersabda: ‘Wahai manusia, tenangkan diri kalian! Sesungguhnya kalian tidak sedang menyeru Tuhan yang tuli atau jauh. Dia bersama kalian, Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha Suci nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya.’

Imam asy-Syathibi rahimahullah menjelaskan bahwa kebiasaan berkumpul untuk zikir dengan suara keras dan pada waktu tertentu yang ditentukan, bukanlah ajaran yang dituntunkan syariat. Justru, hal itu menimbulkan kesan seolah-olah sebuah ibadah baru. Oleh sebab itu, para sahabat dan generasi salaf tidak pernah mencontohkan praktik tersebut. (Lih: Al-I’tisham, 1/188-189).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga menegaskan bahwa berzikir dengan lirih (sir) itu lebih utama daripada dengan suara keras, kecuali ada alasan tertentu. Bahkan, di waktu setelah shalat Shubuh sampai matahari terbit, zikir dengan lirih lebih dianjurkan. (Lih: Al-Fatawa al-Kubra, 4/246).

 

Ketiga: Zikir dengan Suara Keras yang Mengganggu

Larangan semakin tegas bila zikir berjamaah atau doa dengan suara keras dilakukan sampai mengganggu jamaah lain yang sedang shalat atau membaca Al-Qur’an.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ ؛ فَلْيَعْلَمْ أَحَدُكُمْ مَا يُنَاجِي رَبَّهُ ، وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ فِي الصَّلَاةِ

“Ketahuilah, jika salah seorang dari kalian berdiri dalam shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya. Maka hendaklah ia memperhatikan apa yang ia baca, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan sehingga mengganggu yang lain.”
(HR. Ahmad, no. 4909; dinilai sahih oleh al-Albani).

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan: jika suara keras dibutuhkan seperti azan, iqamah, atau bacaan imam dalam shalat jahriah, maka itu dianjurkan. Tetapi jika tidak ada kebutuhan, dan justru mengganggu orang yang sedang beribadah, maka itu dilarang. (Lih: Fath al-Bari, 3/282).

Imam an-Nawawi rahimahullah juga menegaskan bahwa para ulama dari berbagai mazhab sepakat tidak dianjurkan mengeraskan suara dalam zikir dan takbir bila berpotensi menimbulkan gangguan. (Lih: Syarh Shahih Muslim, 5/84).

 

Keempat: Tentang Hadis Zikir dalam Majelis

Ada hadis riwayat Muslim (2701) yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memuji sekelompok sahabat yang duduk berzikir dan bersyukur atas nikmat Islam. Juga hadis lain (2699) tentang keutamaan orang-orang yang berkumpul di masjid membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya.

Namun, kedua hadis tersebut tidak menunjukkan adanya zikir berjamaah dengan satu suara. Bisa jadi yang terjadi adalah mereka membaca secara bergantian, atau sebagian membaca sementara yang lain mendengarkan. Inilah yang juga dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Utsaimin rahimahumallah.

Jadi, berkumpul untuk zikir atau tadabbur Al-Qur’an memang dianjurkan, tetapi tidak dengan cara serentak mengucapkan lafadz yang sama dengan suara keras.

Kesimpulan

  1. Zikir setelah shalat fardhu boleh dikeraskan, tapi dilakukan sendiri-sendiri, bukan secara berjamaah, dan tidak sampai mengganggu.
  2. Zikir berjamaah dengan suara keras adalah bid’ah yang tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat.
  3. Jika zikir dengan suara keras sampai mengganggu jamaah lain, maka semakin dilarang.
  4. Hadis-hadis tentang keutamaan zikir bersama lebih tepat dipahami sebagai duduk bersama untuk membaca Al-Qur’an atau berzikir secara bergantian, bukan membacanya secara serentak-bersama dengan satu suara.

Dengan demikian, seorang muslim hendaknya berzikir sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ikhlas, sesuai sunnah, dan tidak mengganggu orang lain.

Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/154213/

Disiapkan oleh: Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *